Ketika Hutan Lindung Jadi Ladang Mafia, Skandal Sertifikat Ilegal yang Membuka Luka Penegakan Hukum
ANDALASNET.COM
Bandar Lampung - Aroma busuk mafia pertanahan di kawasan hutan lindung kembali terendus, menyeruak di tengah janji penegakan hukum dan tata kelola agraria yang berkeadilan. Dugaan penerbitan ratusan sertifikat hak milik (SHM) secara ilegal di dua kabupaten di Lampung kini mengguncang publik, usai temuan Gerakan Masyarakat Independen (GERMASI) memantik sorotan tajam.
Dukungan untuk membuka tabir gelap praktik ini datang dari Dewan Pimpinan Wilayah Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (DPW PEKAT-IB) Provinsi Lampung. Sekretaris Wilayah DPW PEKAT-IB Lampung, Ansora Hanafi, atau yang akrab disapa Bang Acong, secara tegas meminta aparat penegak hukum bergerak cepat dan tidak membiarkan mafia tanah menjadikan negara sebagai bulan-bulanan.
“Ini bukan sekadar pelanggaran prosedural. Ini dugaan kejahatan terstruktur dan terorganisir. Negara tidak boleh kalah oleh mafia yang menyelundupkan sertifikat di atas kawasan hutan lindung,” tegas Bang Acong, Kamis (4/7/2025).
Ia mengingatkan, temuan penerbitan 96 SHM di kawasan Register 24 Bukit Punggur, Way Kanan, dan 225 SHM di enam register hutan lindung di Lampung Barat bukan hanya melukai kepercayaan publik, tetapi juga mencoreng martabat hukum di Indonesia.
Bang Acong menyebut, keterlibatan oknum pengurus Kelompok Tani Hutan (KTH) yang diduga bersinergi dengan pejabat ATR/BPN, Dinas Kehutanan, hingga KPH, tidak boleh dibiarkan gelap tanpa pengusutan serius.
“Jika benar ada keterlibatan ASN atau perangkat desa, mereka harus dihadapkan ke hukum. Tidak boleh ada yang kebal hukum!” desaknya.
Lebih lanjut, ia menegaskan penerbitan sertifikat hak milik di atas kawasan hutan lindung jelas melanggar UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA). Kawasan hutan yang belum dilepaskan statusnya dari negara secara hukum tidak dapat dialihfungsikan menjadi milik pribadi.
“Fungsi ekologis kawasan hutan lindung adalah garis pertahanan terakhir kehidupan manusia dan lingkungan. Menyulapnya menjadi lahan pribadi melalui celah hukum adalah kejahatan lingkungan yang nyata,” tegasnya.
PEKAT-IB juga mendesak aparat penegak hukum, baik Kejaksaan Negeri, Kejati Lampung, hingga KPK, untuk segera membuka penyelidikan menyeluruh atas dugaan mafia tanah ini. “Kami mendukung penuh langkah GERMASI membuka aib ini ke publik. Jika perlu, Kejagung dan KPK turun langsung!” kata Bang Acong.
Sebagai organisasi masyarakat yang menjunjung supremasi hukum dan kedaulatan negara, PEKAT-IB menegaskan komitmennya untuk mengawal kasus ini demi menyelamatkan fungsi ekologis hutan lindung dari predator berkedok mafia tanah.
“Kami siap berkolaborasi dengan masyarakat sipil, jurnalis, dan aparat penegak hukum untuk memastikan hutan lindung tidak menjadi komoditas segelintir oknum. Negara tidak boleh kalah!” pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, Kejaksaan Negeri Way Kanan, ATR/BPN Lampung Barat, dan Dinas Kehutanan Provinsi Lampung belum memberikan tanggapan resmi atas kasus yang kian menjadi perhatian publik ini.
(Gandi)